Selalu ada magnet tersendiri yang membuat saya ingin kembali ke kota ini. Mungkin, bukan hanya karena keramahtamahan orang-orangnya, tetapi juga karena kelezatan kuliner yang sulit didapatkan di tempat lain. Salah satunya adalah Coto Makassar, yang saya sebut sebagai legenda rasa yang ada di jantung kota ini.
Perjalanan dimulai dengan langkah yang penuh harap. Setelah turun dari bandara, saya langsung melangkah menuju kawasan kuliner yang terkenal dengan berbagai hidangan tradisionalnya. Tidak lama, saya sudah berada di sebuah warung kecil yang tampak sederhana, namun aroma dari dalamnya begitu menggoda. Warung ini sudah cukup terkenal di kalangan para pecinta kuliner, dan tentu saja, saya tidak bisa melewatkan kesempatan untuk mencicipi Coto Makassar yang sudah lama saya dengar namanya.
Begitu duduk di meja, saya memesan seporsi Coto Makassar. Seketika, suasana sekitar terasa begitu hangat, meskipun udara luar sedikit berangin. Setelah beberapa menit, sepiring Coto Makassar datang dengan kuah coklat keemasan yang menggelegak, dihiasi dengan potongan daging sapi yang empuk dan menggugah selera. Bumbunya begitu khas, penuh rempah yang kaya, dengan rasa yang cenderung gurih namun tetap sedikit pedas di ujung lidah.
Setiap suapan pertama adalah pertemuan antara rasa yang saya hanya bisa bayangkan sebelumnya dan kenikmatan yang saya rasakan di mulut. Kuahnya terasa begitu dalam, penuh dengan kaldu sapi yang kaya, memberi sensasi hangat yang menyebar ke seluruh tubuh. Daging sapi yang dimasak sempurna itu begitu empuk, meleleh di lidah dengan rasa yang tak terlupakan.
Sambil menikmati, saya teringat kisah orang-orang yang menjadikan Coto Makassar sebagai makanan wajib setiap hari. Banyak yang percaya bahwa Coto bukan sekadar makanan, tetapi sebuah tradisi, simbol kebersamaan, dan rasa yang melekat erat dengan identitas kota ini. Bahkan, menurut salah satu teman saya yang asli Makassar, Coto adalah salah satu makanan yang membuat orang selalu rindu pulang ke kota ini. Sebuah rasa yang bisa membawa nostalgia meski hanya dalam satu suapan.
Saya tak hanya menikmati Coto Makassar begitu saja. Di setiap sendok yang saya santap, saya merasakan perjalanan panjang dalam setiap bumbu yang terkandung di dalamnya—bumbu yang sudah diwariskan turun-temurun, dan yang terus dijaga kualitasnya. Ada keindahan dalam kesederhanaan, dan Coto Makassar adalah contoh sempurna dari itu. Meskipun hanya sebuah hidangan berbahan dasar daging sapi dan rempah, ketika disajikan dengan ketupat atau buras yang hangat, Coto menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar makanan.
Makassar, dengan segala pesonanya, bukan hanya kota yang kaya akan sejarah dan budaya, tetapi juga kota yang memanjakan lidah dengan kuliner-kuliner khasnya. Coto Makassar menjadi bukti betapa kuatnya hubungan antara rasa dan identitas suatu tempat. Mengunjungi Makassar dan mencicipi Coto Makassar adalah perjalanan yang tak hanya menyenangkan perut, tetapi juga menyentuh hati.
Kapan saya bisa kembali? Saya akan selalu menunggu momen itu, demi sepiring Coto Makassar yang akan terus membuat saya rindu pada kota ini.

Posting Komentar untuk "Menikmati Coto Makassar: Sebuah Perjalanan Rasa yang Tak Terlupakan"