Bangku ini tidak istimewa. Catnya mulai pudar, permukaannya dingin, dan berada di sudut yang jarang diperhatikan. Orang-orang lewat begitu saja, sebagian dengan langkah cepat, sebagian lagi sambil menunduk menatap layar ponsel. Tidak ada yang benar-benar melihat saya, dan itu justru terasa melegakan.
Di tempat seperti ini, waktu berjalan dengan cara yang berbeda. Tidak tergesa, tidak mendesak. Klakson sesekali terdengar dari kejauhan, disusul suara motor yang memecah lalu lintas. Selebihnya, hanya bunyi kota yang bekerja seperti latar belakang yang setia.
Saya memperhatikan hal-hal kecil yang sering luput. Seorang lelaki berhenti sebentar untuk merapikan tali sepatunya. Seorang perempuan menyesuaikan masker sebelum menyeberang. Ada kehidupan yang berlangsung tanpa perlu disorot, tanpa perlu diberi makna berlebihan.
Duduk tanpa tujuan membuat saya sadar, betapa sering kita berjalan sambil membawa beban yang tidak kita sadari. Target, jadwal, rencana, semua menempel seperti kewajiban yang tidak pernah benar-benar kita pilih. Di bangku ini, semuanya saya lepaskan, meski hanya sebentar.
Saya tidak menemukan jawaban apa pun di sini. Tidak juga pencerahan. Yang ada hanya ruang kecil untuk bernapas, untuk hadir sepenuhnya pada satu momen yang sederhana. Ternyata, itu sudah cukup.
Ketika akhirnya saya berdiri dan melangkah pergi, bangku ini tetap di tempatnya. Kota kembali menelan saya ke dalam arusnya. Tapi jeda singkat tadi tinggal sebagai pengingat: tidak semua waktu harus digunakan untuk berlari.

Posting Komentar untuk "Duduk Tanpa Tujuan"